stase manajemen keperawatan program profesi ners 14




LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
KONSEP BERUBAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Stase
Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Stikes Bina Putera Banjar




Oleh :
Noviyani
4012190011


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN  BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2019

A.           KONSEP BERUBAH
Keperawatan mempunyai dua pilihan utama yang berhubungan dengan perubahan, mereka melakukan inovasi dan perubahan atau mereka dapat dirubah oleh suatu keadaan atau sutuasi. Perawat mempunyai keterampilan dalam proses perubahan. Pertama proses keperawatan yaitu merupakan pendekatan dalam penyelesayan masalah yang sistematis dan konsisten dengan perencanaan perubahan. Kedua, perawat diajarkan mendapatkan ilmu dikelas dan mempunyai pengalaman praktek untuk bekerja secara efektif dengan orang lain.
Perubahan pelayanan kesehatan / keperawatan merupakan kesatuan yang menyatu dalam perkemangan dan perubahan keperawatan di indoneria. Bahkan adalah suatu yang aneh atau tidak semestinya terjadi, apabila masyarakat umum dan lingkungan terus menerus berubah, sedangkan keperawatan yang merupakan bagian masyarakat tersebut tidak berubah dalam menata kehidupan keprofesiannya. Perubahan adalah cara keperawatan mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era kesejagatan(millennium III).
Maka keperawatan Indonesia, khususnya masyarakat ilmuwan dan masyarakat profesional keperawatan Indonesia, melihat dan mempertahankan proses profesionalisasi pada era kesejagatan ini bukan sebagai suatu ancaman untuk ditakuti atau dihindari, tetapi merupakan tantangan untuk berupaya lebih keras memacu proses propesionalisasi keperawatan di Indonesia dan mensejajarka diri dengan keperawatan dinegara-negara lain.Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direcanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan, sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan yang direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuanyang jelas.

B.       Sifat Proses Berubah
Perubahan adalah proses dinamis dimana yang terjadi pada tingkah laku dan fungsi seseorang, keluarga, kelompok atau komunitas (Potter dan Perry, 2005). Proses berubah juga dapat diartikan sebagai proses beranjaknya seseorang dari keadaan status quo menjadi keadaan keseimbangan semu. Keseimbangan semu adalah keadaan yang dirasakan belum memadai dalam  waktu tertentu. Perubahan yang baik dapat dijalani manusia bertahap dan memerlukan waktu sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri. Sehingga perubahan yang terjadi secara radikal biasanya akan menemui banyak hambatan. Macam-macam Proses Berubahdiantaranya:
1.      Perubahan ditinjau dari sifatnya, yaitu:
-          Perubahan spontan (Samson, 1971)
-          Perubahan sebagai respon terhadap kejadian alamiah dan terkontrol/alamiah.
-          Perubahan yang terjadi tidak diramalkan atau diprediksi sebelumnya.
-          Perkembangan,yaitu perubahan yang berbentuk kemajuan / peningkatan / penambahan yang terjadi pada individu, kelompok dan organisasi.
-          Perubahan yang direncakan yaitu sebagai upaya yang bertujuan untuk mencapai tingkat yang lebih baik.
2.      Perubahan ditinjau dari keterlibatan:
-          Melalui penyedian informasi yang cukup.
-          Adanya sikap positif terhadap perubahn sesuatu atau inovasi.
-          Timbulnya komitmen diri untuk berubah.
3.      Perubahan ditinjau dari sifat pengelolaan:
a.       Menurut Duncan (1978)
Ø  Perubahan berencana.
-          Menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
-          Adanya titik mula yang jelas dan dipersiapkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
-          Adanya persiapan yang matang.
Ø  Perubahan acak/kacau.
-          Tidak ada titik awal perubahan.
-          Tidak ada upaya mempersiapkan kegiatan-kegiatan untuk tercapainya tujuan
b.      HORSEY dan BLANCARD (1977)
Ø  Partisipatif : Yaitu individu/klien diikutkan dalam proses perubahan tersebut. Misalnya ketika bidan membangkitkan motivasi klien.
Ø  Paksaan : Yaitu perubahan yang total menggunakan kekuatan misalnya instruksi dari atasan.

C.    Teori-teori Perubahan
1. Teori Perubahan Lippitn : Lippit ingin menunjukkan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengadakan pembaharuan. Langkah-langkahnya meliputi:
a)    Menentukan diagnosa terlebih dahulu pada masalah yang ada
b)   Mengadakan penilaian terhadap motivasi dan kemampuan dalam perubahan
c)    Melakukan penilaian terhadap motivasi pasien/agen dan sumber daya.
d)   Memilih tujuan perubahan yang progresif
e)    Menetapkan peran dari pembaharuan sebagai agen perubahan (pendidik, peneliti, pemimpin)
f)    Mempertahankan hasil dari perubahan yang telah dicapainya
g)   Melakukan penghentian bantuan supaya harapan peran dan tanggungjawab dapat tercapai secara bertahap

2. Teori Perubahan Kurt Lewinn : Teori perubahan Lewin menjelaskan bahwa seseorang yang akan mengadakan suatu perubahan harus memiliki konsep tentang perubahan yang tercantum agar proses perubahan tersebut terarah dan mencapai tujuan yang ada. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forcesdan melemahkan resistences to change. Tahapan perubahan menurut Lewin antara lain:
a.    Unfreezing (Tahap Pencairan) : Pada tahap awal ini, seseorang mencari sesuatu yang baru baik dari sisi nilai, sikap maupun kepercayaan. Seseorang dapat mengadakan proses perubahan jika memiliki motivasi yang kuat untuk berubah dari keadaan semula.
b.    Changing (Tahap Mengubah) : Pada tahap ini, Changing merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemahresistances. Bisa dikatakan juga tahap menstabilkan norma-norma yang sudah ada.
c.    Refreezing (Tahap Pembekuan) : Pada tahap ini merupakan tahap pembekuan di mana seseorang yang mengadakan perubahan telah mencapai tahapan yang baru dengan keseimbangan yang baru.
d.   Action Research (Tahap Penelitian Tindakan) : Tahap penelitian tindakan menjelaskan bahwa hasil penelitian yang ada langsung diaplikasikan ke kegiatan-kegiatan yang ada. Kemudian, lebih fokus menaruh penelitian terhadap suatu tindakan yang berfokus pada masalah yang nyata. Penelitian itu dikembangakan dari pengetahun atau teori dan logat yang dapat di ambil.
3.      Teori Perubahan Rogers : Menurut Rogers E, perubahan sosial adalah proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu antara anggota suatu sistem sosial. Langkah-langkah untuk mengadakan perubahan menurut Rogers antara lain:

a. Tahap Awareness : Tahap awal yang menyatakan bahwa untuk mengadakan perubahan diperlukan adanya kesadaran untuk berubah.
b. Tahap Interest : Tahap ini menyatakan untuk mengadakan perubahan harus timbul perasaan suka / minat terhadap perubahan. Timbulnya minat akan mendorong dan menguatkan kesadaran untuk berubah.
c. Tahap Evaluasi : Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu yang baru agar tidak ditemukan hambatan selama mengadakan perubahan.
d. Tahap Trial : Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap hasil perubahan dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai dengan situasi yang ada.
e. Tahap adoption : Tahapan terakhir yaitu proses perubahan terhadap sesuatu yang baru setelah ada uji coba dan merasakan ada manfaatnya sehingga mampu mempertahankan hasil perubahan. Rogers juga membagi karakter dari adopsi yaitu:
-       Relative advantage
-       Compatibility
-       Complexity
-       Trialability
-       Observability
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi:
a.       Innovators : Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baruHubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya.
b.      Early Adopters : Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opinidibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.
c.       Early Majority : Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama.
d.      Late Majority : Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambilkeputusan.
e.       Laggards : Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.
Perbangingan Perubahan Berdasarkan Tiga Teori Perubahan
Lewin
Roger
Lipitts
Pencairan
Kesadaran,
Tertarik,
Evaluasi
-          Mendiaknosa masalah
-          Mengkaji motivasi, kemampuan untuk berubah
-          Megkaji motivasi agen pembaru dan berbagai sumber saran
Bergerak
Mencoba
-          Menetapkan tujuan pembaharuan
-          Menetapkan peran agen pembaharu
Pembekuan
Penerimaan
-          Mempertahankan perubahan
-          Mengakhiri bantuan.



D.    Tipe Perubahan
Apabila dipandang dari tipe perubahan, menurut bennis tahun 1995, perubahan itu sendiri memilki tujuh tipe diantaranya:
a.              Tipe indoktrinasi, suatu peubahan yang dilakukan oleh sekelompok atau masyarakat yang menginginkan pencapaiaan tujuan yang diharapkan dengan cara memberi doktrim atau menggunakan kekuatan sepihak untuk dapat berubah.
b.             Tipe paksaan atau kekerasan, merupakan tipe perubahan dengan melakukan pemaksaan atau kekerasan pada anggota atau seseorang dengan harapan tujuan yang dicapai dapat terlaksana.
c.              Tipe teknokratik, merupakan tipe perubahan dengan melibatkan kekuatan lain dalam mencapai tujuan yang diharapkan terdapat satu pihak merumuskan tujuan dan pihak lain untuk membantu mencapai tujuannya.
d.             Tipe interaksional, merupakan perubahan dengan menggunakan kekuatan kelompok yang saling berinteraksi satu dengan yang lain dalm mencapai tujuan yang diharapkan dari perubahan.
e.              Tipe sosialisasi, merupakan suatu perubahan dalam mencapai tujuan dengan menggunakan kerja sama dengan kelompok lain tetapi masih menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
f.              Tipe emultif, merupakan suatu perubahan dengan menggunakan kekuataan unilateral dengan tidak merrumuskan tujuan terlebih dahulu secara sungguh sungguh, perubahan ini dapat dilakukan pada sistem diorganisasi yang bawahannya berusaha menyamai pimpinan atau atasannya.
g.             Tipe alamiah, merupakan perubahan yang terjadi akibat sesuatu yang tidak disengaja tetapi dalam merumuskan dilakukan secara tidak sungguh, seperti kecelakaan, maka seseorang ingin mengadakan perubahan untuk lebih berhati-hati dalam berkendaraan dan lain sebagainya.

E.     Proses Terjadinya Perubahan
Suasana pelayanan kesehatan pada tahun 1990an adalah suatu tantangan. Tekanan dari pemerintah, perusahaan asuransi, serikat kerja, para pegawai, dan konsumen mengenai pelayanan kesehatan, diarahkan kembali pada perawatan diri dan pencegahan. Teknologi mengalami perubahan dan focus biaya perawatan perioperatif bergeser kea rah yang lebih efektif pada situasi yang sama.
Keperawatan mempunyai kesempatan baru untuk menjadi bagian dari perubahan, selama seluruh system mengalami pergeseran biaya saat kualitas perawatan klien meningkat. Kreatifitas dan tinjauan tekanan kekuatan eksternal yang luas akan memungkinkan perawat melakukan perubahan
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direcanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan, sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan yang direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya suatu tujuan yang jelas. Perubahan terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan manusia atau tanpa persiapan anat karena suatu ancaman. Untuk alasan tersebut, perawat harus dapat mengelola perubahan.
Proses perencanaan terjadi karena adanya perubahan yang sangat kompleks dan melibatkan interaksi banyak orang, faktor, dan tekanan. Secara umum, perubahan terencana adalah suatu proses di mana ada pendapat baru yang dikembangkan dan dikomunikasikan kepada semua orang, walaupun akhirnya akan diterima atau ditolak. Perubahan perencanaan, sebagaimana proses keperawatan, memerlukan suatu pemikiran yang matang tentang keterlibatan individu atau kelompok. Penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, pemikiran kritis, pengkajian, dan efektivitas penggunaan keterampilan interpersonal, termasuk kemampuan komunikasi, kolaborasi, negosiasi, dan persuasi, adalah kunci dalam perencanaan perubahan.
Orang yang mengelola perubahan harus mempunyai visi yang jelas di mana proses akan dilaksanakan dengan arah yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Proses perubahan memerlukan tahapan yang berurutan di mana orang akan terlibat dalam sebuah proses perubahan dan arah perubahan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, koalisi perlu dan harus dibentuk untuk mendukung perubahan.
Dalam literature yang lain disebutkan bahwa proses terjadinya perubahan terdiri dari beberapa tahap diantaranya:
a.    Mencairkan: melibatkan penghancuran cara normal orang yang melakukan sesuatu-mmemutuskan pola,kebiasaan,dan rutinitas sehingga orang siap untuk menerima alternatifbaru(hersey, Blanchard) atau mengurangi kekuatan untuk mengurangi status quo, menciptakan kebutuhan akan perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap perubahan seperti memberikan masalah proaktif. Contoh: Refresing,kegiatan_kegiatan baru.
b.    Memindahkan: mengembangkan perilaku, nilai dan sikap yang baru.
c.    Membekukan kembali:akan terjadi jika prilaku baru sudah menjadi bagian dari kepribadian seseorang.dengan cara memperkuat, mengevaluasi, dan membuat modifikasi konstruktif.





F.     Motivasi Dalam Perubahan
Motivasi itu timbul karena tuntutan kebutuhan dasar manusia,sedangkan kebutuhan dasar manusia yang dimaksud antara lain:
a.       Kebutuhan fisiologis (makan, minum, tidur, oksigen dll) berdasarkan kebutuhan tersebut maka manusia akan selalu ingin mempertahankan hidupnya dengan jalan memenuhinya atau mengadakan perubahan.
b.      Kebutuhan keamanan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia agar mendapatkan jaminan keamanan atau perlindungan dari berbagai ancaman bahaya yang ada.
c.       Kebutuhan social. Kebutuhan ini mutlak diperlukan karena manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
d.      Kebutuhan penghargaan dan dihargai. Setiap manusia selalu ingin mendapatkan penghargaan dimata masyarakat akan prestasi, status, dan lain-lain. Untuk itu manusia akan termotivasi untuk mengadakan perubahan.
e.       Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan perwujudan diri agar di akui masyarakat akan kemampuannya dan potensi yang dimiliki.
f.       Kebutuhan interpersonal yang meliputi kebutuhan untuk berkumpul bersama untuk melakukan control dalam mendapatkan pengaruh dari lingkungan.







G.    Strategi Dalam Perubahan
    Dalam perubahan dibutuhkan cara yang tepat agar tujuan dalam perubahan dan tercapai secara tepat, efektif dan efisien, untuk itu dibutuhkan strategi khusus dalamperubahan diantaranya:
a.       Strategi Rasional Empirik : Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Untuk mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik yang didasarkan dari hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam perubahan manusia yang memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya dalam menerima sebuah perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang diinginkan dalam strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau adanyadesiminasi melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi akan diketahui secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan rasional. Strategi  ini juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi efektif dan efisien, selain itu juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan masalah yang ada.
b.      Strategi Redukatif normative : Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di masyarakat. Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai-nilai normatif yang ada di masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan sikap dan sistem nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini dilaksanakan dengan mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori yang ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku dalam perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan masyarakat. Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.
c.       Strategi  Paksaan- Kekuatan : Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan kekuatan moral dan kekuatan politik.Strategi ini dapat dilaksanakan dalam perubahan sistem kenegaraan, penerapan sistem pendidikan dan lain-lain. Perubahan dalam organisasi terdapat 3 tingkatan yang berbeda, yaitu:   individu yang bekerja di organisasi tersebut, perubahan struktur dan system hubungan interpersonal. Strategi membuat perubahan dapat dikelompokan menjadi 4 hal, yakni:
-          Memiliki visi yang jelas : Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama, karena visi dapat mempengaruhi pandangan orang lain. Misalnya visi J.F kennedy, “menempatkan seseorang dibulan sebelum akhir abad ini.” Visi harus disusun secara jelas, ringkas, mudah, dipahami dan dapat dilaksanakan oleh setiap orang.
-          Menciptakan budaya organisasi tentang nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain
-          Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percaya adalah hal yang penting. Perubahan akan lebih baik jika mereka percaya seseorang dengan kejujuran dan nilai-nilai yang diyakininya. Orang akan berani mengambil suatu resiko terhadap perubahan, apabila mereka dapat berpikir jernih dan tidak emosional dalam menghadapi perubahan. Setiap perubahan harus diciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, dan secara langsung.



Menurut porter dan O’Grady (1986) upaya yang harus ditanamkan dalam menciptakan iklim yang kondusif adalah:
-          Kebebasan untuk berfungsi secara efektif
-          Dukungan dari sejawat dan pimpinan
-          Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja
-          Sumber yang tepat untuk praktik secara efektif
-          Iklim organisasi yang terbuka
d. System komunikasi yang jelas, singkat dan sesering mungkin : Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam perubahan. Setiap orang perlu dijelaskan tentang perubahan untuk menghindari rumor atau informasi yang salah. Semakin banyak orang yang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan semakin baik dan mampu dalam memberikan pandangan ke depan dan mengurangi kecemasan serta ketakutan terhadap perubahan. Menurut silber (1993), komunikasi satu arah tidak cukup dan sering menimbulkan kebingungan karena orang tidak mengetahui apa yang akan terjadi.
e. Keterlibatan orang yang tepat : Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang berkompeten. Begitu rencana sudah tersusun, maka segeralah melibatkan orang lain pada setiap jabatan di organisasi, karena keterlibatan akan berdampak terhadap dukungan dan advokasi (Endah, Rika. 2003).









LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
KONSEP MANAJEMEN KONFLIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Stase
Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Stikes Bina Putera Banjar



Oleh :
Noviyani
4012190011


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN  BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2019




A. Pengertian Konflik
  Konflik adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam.Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di dalam kelompok.Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau konstruktif.
Deutsch (1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku seseorang.Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk perjuangan diantara kekuatan interdependen.Perjuangan tersebut dapat terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroupconflict).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi atau hubungan dengan orang lain.

B.     Tipe konflik
Konflik timbul didalam diantara dan antara orang- orang adanya perbedaan adanya pada kenyataan definisi, pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik dalam organisasi secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik vertika atau horizontal.Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin dan anak buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan kurang penyebaran persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff  dan ada hubungan dengan praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa perselisihan antar departemen:
1)      Konflik di dalam pengirim : Pengirim sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan menolak pengontrak staff tambahan
2)      Antar pengirim : Pesan – pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan tertinggi dari keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan primer sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin bahwa mereka dapat mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan menggunakan metode keperawatan tim
3)      Antar pesan : Orang yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh Direktur keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat yang sedang berusaha untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan pediatric didaerahnya, dengan menempatkan semau ahli pediatric terbagi diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga merupakan pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan kedua pelayanan tersebut dirumah sakitnya
4)      Peran pribadi : Orang yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif). Contoh  perawat percaya bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian individual dari seseorang perawat yang mengikuti perkembangannya pada setiap kunjungan. Syarat – syarat dari kedudukannya dan system pelayanan yang ada membuat tujuan ini jarang bisa tercapai, jika tidak boleh dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5)      Antar pribadi : Dua atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk sebuah posisi baru.
6)      Didalam kelompok : Nilai- nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh pendidikan yang berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap perpanjangan ijin kn keperawatan. Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk mengikuti program pendidikan  berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar murah tetapi puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7)      Antar kelompok : Dua atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan.Contoh departemen keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan secara organisional berada dibawah keperwatan.Departemen bedah, yang terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa mereka harus mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8)      Peran mendua : Seseorang tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya. Contoh seorang  pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran tentang posisinya dan tidak mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai pengawas.
9)      Beban peran yang terlalu : Seseorang tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang sarjana muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung jawab terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit kronis dan akut pada dinas malam.

C.    Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1)      Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
-          Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
-          Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.
-          Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2)      Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3)      Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4)      Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5)      Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6)      Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7)      Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian.Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8)      Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi.Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9)      Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik.Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya
10)  Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan.Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11)  Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.

D.    Proses Konflik
La Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan, penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik. Kondisi yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya.Setelah terjadi suatu konflik, konflik yang ada dipersepsi atau berusaha diketahui.Kondisi yang ada diantara pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik.Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan secara subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat mengancam integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan timbulnya perasaan tidak berdaya. Akibat dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian melakukan bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif, persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan konflik tersebut.Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang terlibat.Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat.Jika hal itu tidak dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang berbeda.

E.     Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya konflik.Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerjasama. Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesaian konflik.Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative penyelesaiannya.Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik.Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab stafnya. Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi antar staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat.Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak yang terlibat konflik.Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah dengan cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang terlibat konflik
Bentuk ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada umumnya berupa kegiatan pencegahan.Ketrampilan tersebut berkisar pada kegiatan berikut.
-          Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
-          Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik.
-          Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
-          Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
-          Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
-          Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
-          Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
-          Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
-           Mempertahankan komunikasi dua arah.
-          Menekankan pada kesamaan kepentingan.
-          Menghindari penolakan berlebihan.
-          Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
-          Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan kerja.
-          Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
-          Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
-          Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
-          Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
-          Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.



F.    Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya.Seorang manajer atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesain konflik yang positif.Manajer dapat saja “mengabaikan” konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam penyelesaiannya. Jika persoalan yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi lain) dan tidak mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna, seorang manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik. Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya, bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat menimpa klien.
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran kualitas dan latihan keasertifan.
1.      Penggunaan disiplin : Dalam menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik, seorang manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan ketepatan organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk mengelola konflik, antara lain penggunaan disiplin yang progresif, pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota, penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan pendekatan terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas dalam keputusan, penciptaan rasa hormat dan rasa percaya diri diantara anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2.      Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan kehidupannya.Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap dewasa muda, setengah baya, dan setelah umur 55 tahun.Masing-masing tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus” akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan karirnya, serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri tersebut maka seorang manajer harus mampu mengidentifikasi karakteristik pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk menyelesaikan konflik.
3.      Komunikasi
Komunikasi yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam penyelesaian konflik. Komunikasi  merupakan suatu seni yang penting digunakan untuk memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam situasi ini, seorang manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh, pertimbangan matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan keterampilan dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi, harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4.      Lingkaran kualitas
Cara lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya sters melalui kegiatan manajemen personel.Lingkaran kualitas ini dapat digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi, keanggotaan dalam panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas, penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5.      Latihan keasertifan
Seorang manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah atau mengelola konflik.Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui progam pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan cara belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar mengendalikan personel supaya mampu memegang aturan.Bila mereka tidak puas, mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu.Pada umunya perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran, dan diskusi kelompok.

G.    Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
    Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika dan daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat langkah-langkah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan ketepatan, keakuratan, dan kelengkapan informasi pendukung tersebut.
Tahap pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri dari tiga proses yang dilakukan, yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab dari masalah, dan identifikasi tujuan dari penyelesaian masalah melalui keputusan yang akan diambil. Pada proses identifikasi masalah, pengambilan keputusan perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala dan apa yang menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti apa yang menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari tahap investigasi situasi adalah identifikasi tujuan dari keputusan yang akan diambil. Pada proses ini, pengambil keputusan perlu menentukan tujuan dari keputusan yang akan diambil.
Tahap kedua, perumusan alternative solusi.Pada tahap ini, pengambil keputusan mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk diputuskan guna diambil sebagai langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan melalui keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang dihadapi. Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah ide, yang seluruh pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara kreatif dan bebas dalam menawarkan berbagai langkah solusi yang terkait dengan masalah. Agar tahapan ini berjalan efektif dan efisien, maka perlu dipimpin oleh seorang yang mampu mengendalikan proses pertemuan secara efektif dan efisien. Pada tahap ini evaluasi belum dilakukan, artinya berbagai alternative yang barangkali secara financial misalnya tidak memungkinkan, untuk sementara ditampung dulu, karena pada tahap ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus mengevaluasinya terlebih dahulu.
Tahap ketiga, pengujian alternative.Pada tahap ini, pengambil keputusan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai alternative yang muncul untuk kemudian diambil satu atau lebih alternative yang dianggap terbaik.Untuk dapat menentukan alternative solusi yang terbaik, maka pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk mendapatkan alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative.Jika keputusan sudah diambil, maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan alternative yang telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka tentunya perlu direncanakan akan seperti apa dan bagaimana alternative tersebut dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan implementasi. Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative tersebut akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi dilakukan sehingga proses berikutnya adalah implementasi dari rencana alternative yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang telah direncanakan dari alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses pengawasan terhadap implementasi alternative. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rintangan terhadap pengambilan keputusan yang efektif tidak memutuskan, menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek risiko, ketakutan, dan kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang teguh, menolak menghadapi isu, pada akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi berlebihan, membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.

H.    Hasil Konflik
    Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk pertumbuhan individu atau organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis 1976, Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor utama yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai kebutuhan, dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1.      Isu  
Pada konflik yang destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi  (tindakan) bukan reaksi.
2.      Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan.Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan pribadi tidak dipaksakan pada orang lain
3.       Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalanya waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa keyakinananya  dan perilakunya adalah benar. Penyelesaaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4.       Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi tertentu saja membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, slaing berbagi kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain. Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
         Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif.Jika perbedaan pendapat tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali ini menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan peduli.Lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat enerji mereka yang dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk menibulkan kebencian. Ketidakpedulian bersifat kosong.Enerji ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif dapat diguanakan secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153). Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.















LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Stase
Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Stikes Bina Putera Banjar



Oleh :
Noviyani
4012190011


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN  BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2019




A.    PENGERTIAN MANAJER
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti “mengendalikan,” terutamanya “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa latinmanus yang berati “tangan”. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga berasal dari bahasa Italia. Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman. ( Ahmad Elqorni, 2009 ).

B.     TINGKATAN MANAJER
1)      Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer, bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer)
2)      Manajemen tingkat menengah (middle management) mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
3)      Manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).

C.    Peran-peran Manajerial
1.      Peran Interpersonal (Interpersonal Role)
Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul secara langsung dari otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan mencakup hubungan interpersonal dasar, yaitu:
a.       Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role)
Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit organisasi, pemimpin harus melaksanakan tugas-tugas seremonial seperti menyambut tamu penting, menghadiri pernikahan anak buahnya, atau menjamu makan siang pelanggan atau kolega. Kegiatan yang terkait dengan peran interpersonal sering bersifat rutin, tanpa adanya komunikasi ataupun keputusan penting. Meskipun demikian, kegiatan itu penting untuk memperlancar fungsi organisasi dan tidak dapat diabaikan oleh seorang pemimpin.


b.      Peran sebagai pemimpin (Leader Role)
Seorang pemimpin bertanggungjawab atas hasil kerja orang-orang dalam unit organisasi yang dipimpinnya. Kegiatan yang terkait dengan itu berhubungan dengan kepemimpinan secara langsung dan tidak langsung. Yang berkaitan dengan kepemimpinan secara langsung antara lain menyangkut rekrutmen dan training bagi stafnya. Sedang yang berkaitan secara tidak langsung antara lain seorang pemimpin harus memberi motivasi dan mendorong anak buahnya. Pengaruh seorang pemimpin jelas terlihat pada perannya dalam memimpin. Otoritas formal memberi seorang pemimpin kekuasaan potensial yang besar; tetapi kepemimpinanlah yang menentukan seberapa jauh potensi tersebut bisa direalisasikan.
c.       Peran sebagai Penghubung (Liaison Role)
Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai pemimpin, terutama aspek yang berkaitan dengan motivasi. Hanya baru-baru ini saja pengakuan mengenai peran sebagi penghubung, di mana pemimpin menjalin kontak di luar rantai komando vertikal, mulai muncul. Hal itu mengherankan, mengingat banyaktemuan studi mengenai pekerjaan manajerial menunjukkan bahwa pemimpin menghabiskan waktunya bersama teman sejawat dan orang lain dari luar unitnya sama banyak dengan waktu yang dihabiskan dengan anak buahnya; sementara dengan atasannya justru kecil. Pemimpin menumbuhkan dan memelihara kontak tersebut biasanya dalam rangka mencari informasi. Akibatnya, peran sebagai penghubung sering secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan sitem informasi eksternalnya sendiri yang bersifat informal, privat, verbal, tetapi efektif.

2.      Peran Informasional (Informational Role)
Dikarenakan kontak interpersonalnya, baik dengan anak buah maupun dengan jaringan kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul sebagai pusat syaraf bagi unit organisasinya. Pemimpin bisa saja tidak tahu segala hal, tetapi setidaknya tahu lebih banyak dari pada stafnya. Pemrosesan informasi merupakan bagian utama (key part) dari tugas seorang pemimpin. Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek irformasional tersebut.
a.      Peran sebagai monitor (Monitor Role)
Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara terus menerus memonitor lingkungannya untuk memperoleh informasi, dia juga seringkali harus ’menginterogasi’ kontak serta anak buahnya, dan kadangkala menerima informasi gratis, sebagian besar merupakan hasil jaringan kontak personal yang sudah dikembangkannya. Perlu diingat, bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin dalam perannya sebagai monitor datang dalam bentuk verbal, kadang berupa gosip, sassus, dan spekulasi yang masih membutuhkan konfirmasi dan verifikasi lebih lanjut.
b.      Peran sebagai disseminator (Disseminator role)
Sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin harus dimanfaatkan bersama (sharing) dan didistribusikan kepada anak buah yang membutuhkan. Di samping itu ketika anak buahnya tidak bisa saling kontak dengan mudah, pemimpinlah yang kadang-kadang harus meneruskan informasi dari anak buah yang satu kepada yang lainnya.
c.       Peran sebagai Juru bicara (Spokesman Role)
Sebagai juru bicara seorang pemimpin mempunyai hak untuk menyampaikan informasi yang dimilikinya ke orang di luar unit organisasinya.

3.      Peran Pengambilan Keputusan (Decisional Role)
Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan masukan dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas formalnya, hanya pemimpinlah yang dapat menetapkan komitmen organisasinya ke arah yang baru; dan sebagai pusat syaraf organisasi, hanya dia yang memiliki informasi yang benar dan menyeluruh yang bisa dipakai untuk memutuskan strategi organisasinya. Berkaitan dengan peran pemimpin sebagai pengambil keputusan terdapat empat peran pemimpin, yaitu:
a.      Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur Role)
Sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus berupaya untuk selalu memperbaiki kinerja unitnya dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan di mana organisasi tersebut eksis. Dalam perannya sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus selalu mencari ide-ide baru dan berupaya menerapkan ide tersebut jika dianggap baik bagi perkembangan organisasi yang dipimpinnya.
b.      Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance handler Role)
Peran sebagai pengendali gangguan memotret keharusan pemimpin untuk merespon tekanan-tekanan yang dihadapi organisasinya. Di sini perubahan merupakan sesuatu di luar kendali pemimpin. Dia harus bertindak karena adanya tekanan situasi yang kuat sehingga tidak bisa diabaikan. Pemimpin seringkali harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merespon gangguan yang menekan tersebut. Tidak ada organisasi yang berfungsi begitu mulus, begitu terstandardisasi, yaitu telah memperhitungkan sejak awal semua situasi lingkungan yang penuh ketidakpastian. Gangguan timbul bukan saja karena pemimpin bodoh mengabaikan situasi hingga situasi tersebut mencapai posisi kritis, tetapi juga karena pemimpin yang baik tidak mungkin mengantisipasi semua konsekuensi dari setiap tindakannya.
c.       Peran sebagai yang mengalokasikan sumberdaya (Resource allocator Role)
Pada diri pemimpinlah terletak tanggung jawab memutuskan siapa akan menerima apa dalam unit organisasinya. Mungkin, sumberdaya terpenting yang dialokasikan seorang pemimpin adalah waktunya. Perlu diingat bahwa bagi seseorang yang memiliki akses ke pemimpin berarti dia bersinggungan dengan pusat syaraf unit organisasi dan pengambil keputusan. Pemimpin juga bertugas untuk mendesain struktur organisasi, pola hubungan formal, pembagian kerja dan koordinasi dalam unit yang dipimpinnya.
d.      Peran sebagai negosiator (Negotiator Role)
Banyak studi mengenai kerja manajerial mengindikasikan bahwa pemimpin menghabiskan cukup banyak waktunya dalam negosiasi. Sebagaimana dikemukakan Leonard Sayles, negosiasi merupakan way of life dari seorang pemimpin yang canggih. Negosiasi merupakan kewajiban seorang pemimpin, mungkin rutin, tetapi tidak boleh dihindari. Negosiasi merupakan bagian integral dari tugas pemimpin, karena hanya dia yang memiliki otoritas untuk bisa memberikan komitmen sumberdaya organisasi, dan hanya dia yang memiliki pusat syaraf informasi yang dibutuhkan dalam melakukan negosiasi penting.

D.    FUNGSI MANAJEMEN
5  fungsi manajemen yg paling penting menurut Handoko (2000:21) yg berasal dari klasifikasi paling awal dari fungsi-fungsi manajerial menurut Henri Fayol
1.      Planning, Planning atau perencanaan merupakan pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek program prosedur metode sistem anggaran dan standar yg dibutuhkan utk mencapai tujuan.
2.      Organizing, Organizing atau pengorganisasian ini meliputi:
a.       Penentuan sumber daya-sumber daya dan kegiatan-kegiatan yg dibutuhkan utk mencapai tujuan organisasi.
b.      Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yg akan dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan.
c.       Penugasan tanggung jawab tertentu
d.      Pendelegasian wewenang yg diperlukan kepada individu-individu utk melaksanakan tugasnya.
3.      Staffing, Staffing atau penyusunan personalia adl penarikan (recruitment) latihan dan pengembangan serta penempatan dan pemberian orientasi pada karyawan dalam lingkungan kerja yg menguntungkan dan produktif.
4.      Leading, Leading atau fungsi pengarahan adl bagaimana membuat atau mendapatkan para karyawan melakukan apa yg diinginkan dan harus mereka lakukan.
5.      Controlling, Controlling atau pengawasan adl penemuan dan penerapan cara dan alat utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dgn yg telah ditetapkan.

E.     KETERAMPILAN MANAJER
Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
1.      Keterampilan konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
2.      Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.
3.      Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1.      Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.
2.      Keterampilan membuat keputusan
Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.

F.   BEDA PEMIMPIN DAN MANAJER
1.      Pengertian Pemimpin
Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai perilaku yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut mempunyai kemampuan untuk Mendorong Orang lain bersedia dan dapat menyelesaikan tugas - tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya  ( Ordway Tead ).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok orang untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan ( Stogdill ).
2.      Tugas - tugas pimpinan :
-          Sebagai pengambil keputusan
-          Sebagai pemikul tanggung jawab
-          Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual
-          Bekerja dengan atau melalui orang lain
-          Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.
3.      Peranan pemimpin terhadap kelompok:
-          Sebagai penghubung interpersonal, yaitu merupakan simbul suatu kelompok dalam melakukan tugas secara hukum dan sosial, mempunyai tanggung jawab dan memotivasi, mengatur tenaga dan mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan kerja di luar kelompok.
-          Sebagai inovator atau pembaharu
-          Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara.
-          Menghimpun kekuatan
-          Merangsang perdebatan masyarakat
-          Membuat kedudukan perawat di media massa
-          Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat yang tepat
-          Mempertahankan kegiatan
-          Memelihara formaf desentralisasi organisasi
-          Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik
-          Mempelajari pengalaman


















LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
METODE ASUHAN KEPERAWATAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Stase
Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Stikes Bina Putera Banjar



Oleh :
Noviyani
4012190011

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN  BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2019




Menurut PPNI (2006), pelayanan keperawatan adalah salah satu faktor terpenting dalam pemberian pelayanan kesehatan klien di rumah sakit, oleh karena itu profesi keperawatan harus sejalan dengan kualitas asuhan yang diberikan. Pengembangan ilmu dan teknologi memungkinkan perawat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka menerapkan asuhan bagi klien dengan kebutuhan yang kompleks. Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh yang merupakan salah satu tolak ukur bagi keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan keperawatan suatu rumah sakit tak akan berjalan dengan baik apabila proses keperawatan yang dilaksanakan tidak terstruktur dengan baik pula. Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan yaitu metode kasus, metode fungsional, metode tim, metode keperawatan primer, metode modular, metode differentiated practice dan manajemen kasus.
Metode Kasus: Menurut Sitorus (2006), pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien pada saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.Sementara menurut Nursalam (2007), metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi, intensive care.
Metode Fungsional: Menurut Arwani & Supriyatno (2005), metode fungsional ini efisien, namun penugasan seperti ini tidak dapat memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan keperawatan secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak profesional yang berdasarkan masalah pasien. Perawat senior cenderung akan sibuk dengan tugas-tugas administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior.
Metode Tim: Metode tim merupakan pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Namun pada metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga para pakar mengembangkan metode keperawatan primer (Douglas,1992).
Tujuan pemberian metode tim dalam asuhan keperawatan menurut Arwani & Supriyatno (2005), adalah untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif pasien sehingga pasien merasa puas. Selain itu, metode tim dapat meningkatkan kerjasama dan koordinasi perawat dalam melaksanakan tugas, memungkinkan adanya transfer of knowledge dan transfer of experiences di antara perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan motivasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Metode Keperawatan Primer: Menurut Nursalam (2007), metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena:
-          Hanya ada satu perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan
-          Jangkauan observasi setiap perawat 4-6 klien
-          Perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam
-          Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
-          Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan parallel
Menurut Sitorus (2006), staf medis juga merasakan kepuasan dengan metode ini karena senantiasa mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan komprehensif.
Metode Modular: Menurut Gillies (1994), metode modular merupakan bentuk variasi dari metode keperawatan primer, dengan perawat profesional dan perawat non-profesional bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan, disamping itu karena dua atau tiga orang perawat bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan metode modifikasi primer , satu tim terdiri dari 2 hingga 3 perawat memiliki tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien berkisar 8 hingga 12 orang (Arwani & Supriyatno, 2005)
Berbagai keuntungan metode modular menurut Sumijatun (2008), diantaranya dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif dan holistik dengan pertanggungjawaban yang jelas, konflik atau perbedaan pendapat antar staf dapat ditekan melalui rapat tim yang juga efektif untuk pembelajaran, memungkinkan menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda dengan efektif dan aman serta produktif karena adanya kerjasama dan komunikasi.


LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Stase
Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Stikes Bina Putera Banjar



Oleh :
Noviyani
4012190011

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN  BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2019




A.                Definisi Komunikasi
1)      Komunikasi secara Umum : Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain
2)      Komunikasi menurut para ahli : Himstreet & Baty, Komunikasi adalah suatu proses penukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan. The Odorson &The Dorson, Komunikasi adalah penyebaran informasi, ide-ide sebgai sikap atau emosi dari seseorang kepada orang lain terutama melalui simbol-simbol. Charles H. Cooley, Komunikasi berarti suatu mekanisme hubungan antar manusia dilakukan dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui ruang dan menyimpan dalam waktu.

B.     Unsur-Unsur Komunikasi
1)      Komunikator / Pengirim / Sender : Merupakan orang yang menyampaikan isi pernyataannya kepada komunikan.Komunikator bisa tunggal, kelompok atau organisasi pengirim berita.Komunikator bertanggung jawab dalam hal mengirim berita dengan jelas, memilih media yang cocok untuk menyampaikan pesan tersebut, dan meminta kejelasan pesan telah diterima dengan baik. Untuk itu, seorang komunikator dalam menyampaikan pesan atau informasi harus memperhatikan dengan siapa dia berkomunikasi, apa yang akan dia sampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya.
2)      Komunikan / Penerima / Receiver : Merupakan penerima pesan atau berita yang disampaikan oleh komunikator. Dalam proses komunikasi, penerima pesan bertanggung jawab untuk dapat mengerti isi pesan yang disampaikan dengan baik dan benar. Penerima pesan juga memberikan umpan balik kepada pengirim pesan untuk memastikan bahwa pesan telah diterima dan dimengerti secara sempurna.
3)      Saluran / Media / Channel Merupakan saluran atau jalan yang dilalui oleh isi pernyataan komunikator kepada komunikasi dan sebaliknya. Pesan dapat berupa kata-kata atau tulisan, tiruan, gambaran atau perantara lain yang dapat digunakan untuk mengirim melalui berbagai channel yang berbeda seperti telepon, televisi, fax, photo copy, email, sandi morse, smartphonesms, dan sebagainya. Pemilihan channel dalam proses komunikasi tergantung pada sifat berita yang akan disampaikan (Wursanto, 1994).


C.    Tahap-Tahap Berkomunikasi
1)      Tahap Ideasi : Tahap ideasi (ideation), yaitu proses pencipataan gagasan atau informasi yang dilakukan oleh komunikator.
2)      Tahap Ecoding : Tahap encoding adalah gagasan atau informasi disusun dalam serangkain bentuk simbol atau sandi yang dirancang untuk dikirimkan kepada komunikan dan juga pemilihan saluran dan media komunikasi yang akan digunakan. Simbol atau sandi dapat berbentuk kata-kata (lisan maupun tertulis), gambar (poster atau grafik), atau tindakan.
3)      Tahap Pengiriman : Tahap pengiriman (transmitting)adalah gagasan atau pesan-pesan yang telah disimbolkan atau disandikan (encoded) melalui saluran dan media komunikasi yang tersedia dalam organisasi. Pengiriman pesan dapat dilakukan dengan  berbicara, menulis, menggambar, dan bertindak. Saluran yang dilalui pesan-pesan disebut media komunikasi. saluran  dan media komunikasinya dapat berbentuk lisan (telepon, temu-muka langsung) atau tertulis (papan pengumuman, poster dan buku pedoman), mengalir kebawah (memo dan instruksi tertulis), keatas (kotak saran, grievance prosedure, laporan prestasi kerja), atau ke samping (panitia, pertemuan antar departemen), formal (diskripsi jabatan dan prosedur kerja, konferensi) atau informal (ngobrol makan siang di kafetaria perusahaan), dan aliran satu arah (laporan tahunan yang dipublikasikan) atau dua arah (konferensi, wawancara pemutusan hubungan kerja).
4)      Tahap Penerimaan : Setelah pesan dikirimkan melalui media komunikasi, maka diterima oleh komunikan. Penerimaan pesan ini dapat melalui proses mendengarkan, membaca, atau mengamati tergantung pada saluran dan media yang digunakan untuk mengirimkannya. Jika informasi atau pesan berbentuk komunikasi lisan, maka seringkali kegagalan dalam mendengarkan dan berkonsentrasi mengakibatkan hilangnya pesan-pesan tersebut.
5)      Tahap Encoding : Tahap encoding adalah di mana pesan-pesan yang diterima diinterprestaikan, dibaca, diartikan, dan diuraikan secara langsung atau tidak langsung melalui suatu proses berpikir. Pikiran manusia, sistem memori mekanis, instink binatang, dan proses berpikir lainnya berfungsi sebagai mekanisme decoding. Dalam tahap decoding ini dapat terjadi ketidaksesuaian atau bahkan penolakan terhadap gagasan atau idea yang di”encoding” oleh komunikator dikarenakan adanya hambatan teknis, dan lebih-lebih adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan persepsi komunikan dalam hal arti kata atau semantik.
6)      Tahap Tindakan : Tindakan yang dilakukan oleh komunikan sebagai respon terhadap pesan-pesan yang diterimanya merupakan tahap terakhir dalam suatu proses komunikasi. Dalam tahap ini, respon komunikan dapat berbentuk usaha melengkapi informasi, meminta informasi tambahan, atau melakukan tindakan-tindakan lain. Jika setiap pesan yang dikirimkan komunikator menghasilkan respon tindakan seperti apa yang diharapkan, maka dapat dikatakan telah terjadi komunikasi yang efektif.

D.    Definisi Organisasi
1)      Organisasi secara Umum : Organisasi (Yunani: ὄργανον, organon - alat) adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama.
2)      Organisasi menurut para ahli : Stoner, Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama. James D. Mooney, Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Chester I. Bernard, Organisasi adalah merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Stephen P. Robbins, Organisasi adalah kesatuan (entity) social yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relative dapat diindentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relative terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.

E.     Komunikasi dalam Organisasi
Istilah “komunikasi” ini berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata “communis”yang berarti “sama” (common). Jika kita akan mengkomunikasikan suatu idea atau gagasan, maka kita harus menetapkan terlebih dahulu suatu dasar titik-temu yang sama untuk mencapai suatu pemahaman atau pengertian. Komunikasi juga sebagai suatu tindakan mendorong pihak lain untuk menginterpretasikan suatu idea dalam suatu cara yang diinginkan oleh pembicara atau penulis.
Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi,hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya organisasi.Komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi vertikal dan horizontal.


F.     Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Organisasi menurut para ahli
1)      Sendjaja
-          Fungsi Informatif : Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi.Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
-          Fungsi Regulatif : Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
·         Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
·         Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
-          Fungsi Persuasif : Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
-          Fungsi Integratif : Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.  Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. 
2)      Scott dan T.R. Mitchell
-          Kendali, control, pengawasan.
-          Motivasi.
-          Pengungkapan emosional.
-          Informasi.
-          Thayer
-          Memberi informasi.
-          Membujuk.
-          Memerintah.
-          Memberi instruksi.
-          Mengintegrasikan organisasi.

G.      Proses Komunikasi dalam Organisasi
a.       Komunikasi Internal : Proses komunikasi di antara para pengurus dan anggota dalam ruang lingkup suatu organisasi, dalam struktur lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal, sehingga kerja organisasi dapat berjalan. Komunikasi internal terdiri atas empat bagian, yaitu :
Ø Downward Communication (komunikasi dari atas ke bawah) : Komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajer atau supervisor mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi komunikasi dari atas ke bawah antara lain :
-          Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja.
-          Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk   dilaksanakan.
-          Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku.
-          Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Metode komunikasi dari atas ke bawah antara lain :
-          Metode tulisan.
-           Metode lisan.
-          Metode tulisan diikuti lisan.
-          Metode lisan diikuti tulisan.
Ø Upward Communication (komunikasi dari bawah ke atas) : Komunikasi yang terjadi ketika bawahan mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi komunikasi dari bawah ke atas antara lain :
-          Penyampaian informai tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan.
-          Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan.
-          Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan.
-          Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Komunikasi ke atas menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat sulit dan rumit :
-          Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka.
-          Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah yang dialami pegawai.
-          Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai.
-          Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
Ø   Horizontal Communication (komunikasi sesama) : Komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.
Fungsi komunikasi sesama antara lain :
-          Memperbaiki koordinasi tugas.
-          Upaya pemecahan masalah.
-          Saling berbagi informasi.
-          Upaya pemecahan konflik.
-          Membina hubungan dan mempererat kekeluargaan melalui kegiatan bersama.
Ø   Interline Communication (komunikasi lintas saluran) : Komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional.Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-saluran ini karena biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan jabatan fungsional. Kondisi yang harus dipenuhi dalam komunikasi lintas-saluran :
-            Setiap pegawai yang ingin berkomunikasi melintas saluran harus meminta izin terlebih dahulu dari atasannya langsung.
-            Setiap pegawai yang terlibat dalam komunikasi lintas-saluran harus memberitahukan hasil komunikasinya kepada atasannya.

b.      Komunikasi Eksternal : Proses komunikasi di antara para pengurus dan anggota suatu organisasi dengan orang atau masyarakat umum.
c.       Komunikasi dari organisasi kepada masyarakat. Contohnya : konferensi pers, iklan, brosur
d.      Komunikasi dari masyarakat kepada organisasi. Contohnya : menerima saran kritik, hotline customer service 24 jam

H.    Gaya Komunikasi dalam Organisasi
1.      The Controlling Style :controlling style communicationditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
2.      The equalitarian style : Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organnisasi The Equalitarian Style dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way communication).
3.      The Structuring Style : Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk memengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4.      The Dynamic style : Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atausaleswomen).
5.      The Relinguishing Style : Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
6.      The Withdrawal Style : Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

I.       Bentuk Komunikasi dalam Organisasi
1.      Komunikasi Berdasarkan Bentuk
a.       Komunikasi Langsung, Komunikasi langsung tanpa menggunakan alat. Komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan penggunaan isyarat.Contoh : Berbicara langsung kepada seseorang.
b.      Komunikasi Tidak Langsung, Komunikasi tidak langsung biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipat gandakan jumlah penerima pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan geografis waktu. Contoh : Radio, televisi.
2.      Komunikasi Berdasarkan Sasaran
a.       Komunikasi Massa, Komunikasi massa adalah komunikasi dengan sasarannya kelompok orang dalam jumlah yang besar. Syarat-syarat komunikasi massa :
-          Pesan disusun dengan jelas, tidak rumit dan tidak bertele-tele.
-          Bahasa yang mudah dimengerti/dipahami
-          Bentuk gambar yang baik.
-          Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar radio.
b.      Komunikasi kelompok, Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang sasarannya sekelompok orang yang umumnya dapat dihitung dan dikenal dan merupakan komunikasi langsung dan timbal balik. Contoh : Perawat dengan pengunjung puskesmas.
c.       Komunikasi Perorangan, Komunikasi perorangan adalah komunikasi dengan tatap muka atau bisa dapat juga melalui telepon. Contoh : perawat dengan pasien.
3.      Komunikasi Berdasarkan Arah Pesan
a.       Komunikasi satu arah, Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang disampaikan oleh sumber kepada sasaran tidak dapat atau tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan umpan balik atau bertanya. Contoh : Radio.
b.      Komunikasi Timbal Balik, Komunikasi timbale balik adalah komunikasi yang disampaikan kepada sasaran dan sasaran memberikan umpan balik. Contoh : komunikasi kelompok atau komunikasi perorangan.

J.      Peran Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi dalam suatu organisasi sangat penting agar tidak terjadinya salah penyampaian informasi antar anggota dalam suatu organisasi dan agar tercapainya tujuan tertentu.Sebuah interaksi yang bertujuan untuk menyatukan dan mensinkronkan seluruh aspek untuk kepentingan bersama sangat dibutuhkan dalam sebuah tujuan berorganisasi. Dengan kata lain, tanpa adanya sebuah interaksi yang baik niscaya sebuah organisasi tidak akan mencapai tujuannya. Interaksi disini adalah mutlak meliputi seluruh anggota organisasi yang dapat berupa penyampaian-penyampaian informasi, instruksi tugas kerja atau mungkin pembagian tugas kerja. Interaksi sebenarnya adalah proses hubungan komunikasi antara 2 orang atau lebih dimana orang yang satu bertindak sebagai pemberi informasi dan orang yang lain berperan sebagai penerima informasi. Intinya, korelasinya harus melibatkan dan terfokus kepada orang-orang itu sendiri dalam suatu organisasi. Dengan kata lain, dapat disimpulkan komunikasi dapat dibilang juga sebagai proses penyampaian informasi yang berguna untuk mengkoordinasikan lingkungan dan orang lain demi mencapai suatu tujuan.
Sebuah bentuk organisasi pasti mengedepankan sebuah komunikasi agar tercipta hasil yang selaras. Biasanya proses komunikasi dalam suatu organisasi meliputi atasan dan bawahan dengan penyampaian yang terarah dari suatu atasan ke bawahannya yang semata-mata semua berorientasi berdasarkan organisasi.
Tujuan komunikasi dalam sebuah organisasi sangat memberikan banyak manfaat secara langsung yaitu memudahkan para anggota bekerja dari instruksi-instruksi yang diberikan dari atasan dan untuk mengurangi kesalahpahaman yang biasa terjadi dan memang sudah melekat pada suatu organisasi. Apabila semua bawahan dan atasan dapat berinteraksi dengan baik, maka seluruh kesalahpahaman yang beresiko mungkin akan berkurang, karena tiap manusia mempunyai cara penyampaian komunikasi yang berbeda-beda secara verbal. Dengan demikian semua pelaku organisasi harus berbicara, bertindak satu sama lain guna untuk membangun suatu lingkungan kondusif dan mengetahui situasi-situasi yang akan terjadi diluar dugaan karena kesalahan komunikasi sekecil apapun pasti akan berakibat fatal.



K.    Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
a.       Hambatan dari Proses Komunikasi
-          Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
-          Hambatan dalam penyandian/simbol. Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
-          Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.
-          Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima
-          Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
-          Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretative, Hambatan tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.
b.      Hambatan  Fisik : Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan (cacat tubuh misalnya orang yang tuna wicara), gangguan alat komunikasi dan sebagainya.
c.       Hambatan Semantik : Faktor pemahaman bahasa dan penggunaan istilah tertentu. Kata-kata yang  dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima pesan. Misalnya : adanya perbedaan bahasa (bahasa daerah, nasional, maupun internasional).
d.      Hambatan Psikologis : Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan, sehingga menimbulkan emosi diatas pemikiran-pemikiran dari sipengirim maupun si penerima pesan yang hendak disampaikan.



e.       Hambatan Manusiawi : Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat
pancaindera seseorang, dll.

L.     Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi dalam Organisasi
a.       Gunakan umpan-balik, Beri kesempatan pada orang orang lain untuk menyampaikan ide atau gagasannya, sehingga tercipta dua iklim komunikasi dua arah.
b.      Kenali si penerima berita
-          Bagaimana latar belakang pendidikannya,
-          Bagaimana pengetahuan tentang subyek pembicaraan,
-          Sejauh mana minat dan perasaan.        
c. Rencanakan secara teliti, Pertimbangkan baik-baik, misalnya: apa, mengapa, siapa, bagaimana, kapan.

M.   Contoh Studi Kasus
Pengaruh komunikasi dalam organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja (studi kasus pada karyawan bagian produksi Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung).
Komunikasi dalam organisasi, kepuasan kerja, kinerja.Dewasa ini telah banyak organisasi yang berdiri dan berkembang sukses baik dalam skala kecil maupun besar. Organisasi sendiri merupakan suatu alat dimana orang-orang mempersatukan kecakapan dan usaha mereka untuk mencapai tujuan bersama. Sering dijumpai bahwa karyawan kurang terpuaskan hatinya dalam melaksanakan tugasnya karena informasi mengenai prosedur kerja yang disampaikan  pimpinan kurang dapat dipahami. Sehingga karyawan cenderung merasa khawatir, segan, dan takut dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan adanya perasaan-perasaan tersebut dalam melaksanakan tugas mengakibatkan kinerja karyawan menjadi menurun.Salah satu jalan mengatasi semua ini adalah dengan saluran komunikasi. Studi kasus  ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam tentang komunikasi dalam organisasi yang ada di Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung guna meningkatkan kinerja karyawan melalui kepuasan kerja.
Berdasarkan wacana diatas disarankan antara atasan dengan bawahan pada Pabrik Kertas CV Setia Kawan Tulungagung lebih sering meningkatkan koordinasi (mengadakan sharing) sehingga setiap kegiatan akan berjalan dengan baik karena dapat mengerti perasaan karyawan mulai dari masalah pekerjaan, rekan sekerja, sampai masalah kesesuaian upah, secara periodik para atasan (direktur, manager, kepala bagian)lebih sering terjun langsung ke lapangan sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan kinerja, pimpinan memperhatikan keluhan-keluhan dari para karyawan.
































LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
ANALISA SWOT

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Stase
Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Stikes Bina Putera Banjar



Oleh :
Noviyani
4012190011


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN  BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2019


A. Pengertian SWOT
SWOT adalah teknik yang sudah sederhana, mudah dipahami, dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan untuk pengelolaan administrasi (administrator). Sehingga, SWOT di sini tidak mempunyai akhir, artinya akan selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman
Analisis SWOT secara sederhana mudah dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya. Jika hal ini digunakan dengan benar, maka dimungkinkan bagi suatu perusahaan untuk mendapatkan sebuah gambaran menyeluruh mengenai situasi perusahaan itu dalam hubungannya dengan masyarakat, lembaga-lembaga yang lain.
Sedangkan pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal, (terdiri atas ancaman dan kesempatan), yang digabungkan dengan suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan akan membantu dalam mengembangkan sebuah visi tentang masa depan.
Prakiraan seperti ini diterapkan dengan mulai membuat program yang kompeten atau mengganti program-program yang tidak relevan dengan program yang lebih inovatif dan relevan
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan(Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Menurut Johnson (1989) dan Bartol (1991), SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan.
Analisa SWOT adalah analisa yang sangat dikenal dalam proses pembuatan strategi bisnis.
Ø   Strenghts (S) : Mencerminkan kekuatan yang dimiliki oleh media. Dalam kasus Riau Pos tetap eksis dengan banyaknya persaingan media yang juga berkualitas, namun tetap dapat mengalahkan media-media yang baru dan lebih murah. Inilah yang dimiliki Riau Pos yang memiliki segmen pasar sendiri, dan telah teruji puluhan tahun lamanya. Kekuatan lainnya adalah adanya dukungan dari masyarakat dan pemerintah yang  loyal.
Begitu juga dengan media yang lain, kekuatan yang paling mencolok adalah kekuatan nilai berita yang berbeda dan mempunyai segmen pasar tersendiri pula. Selain itu, media tersebut juga telah memiliki jaringan dan infrastruktur yang luas mencakup segenap wilayah tanah air sehingga memudahkan untuk melakukan ekspansi dan penetrasi pasar.
Ø   Weaknesses (W) : Mencerminkan kelemahan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dalam kasus media Riau Pos kelemahan yang dimiliki adalah nilai dari beritanya. Begitu pula dengan media yang lainnya, juga memiliki kelemahan baik itu kelemahaan dari strategi pemasaran maupun  dari  system. Hal ini boleh jadi merupakan titik lemah ketika selera masyarakat baik itu masyarakat menengah kebawah maupun menengah keatas.
Ø   Opportunities (O) : Mencerminkan peluang yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dalam kasus media,  peluang yang mereka miliki adalah jumlah penduduk Indonesia khusunya Propinssi Riau yang sangat besar dan ini merupakan pasar yang potensial untuk pemasaran media. Dalam kasus Koran Riau, karena ini adalah media  baru maka peluang yang  dimiliki adalah kebutuhan masyarakat yang membutuhkan informasi yang kritis dan informasi yang sesuai dengan faktanya. Dan permintaan masyarakat yang tinggi akan produk yang murah namun berkualiatas.
Ø   Threats (T) : Mencerminkan ancaman potensial yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Dalam kasus media, pada dasarnya semua perusahaan baik itu perusahaan besar maupun perusahaan kecil memiliki ancaman. ancaman yang paling potensial bagi media pada umumnya adalah apabila system pemerintah yang berubah-ubah, bagaimana jika fungsi media dikembalikan kembali pada masa pada zaman pemerintah yang otoriter. Pembatasan iklan pada media tentu akan sangat berdampak negatif pada perusahaan dan pemasaran media. Selain itu, ancaman lainnya adalah kesadaran masyarakat yang makin tinggi akan munculnya beragam kampanye dan propaganda yang ada pada media tersebut.

B.     Analisis SWOT
Secara umum, analisis SWOT pada tiap media massa dapat dilakukan, seperti yang diterangkan dibawah ini:
a.       Strengths ( Kekuatan / Kelebihan)
·         Tersedianya dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
·         Tersedianya undang-undang pers.
·         Tersedianya fasilitas sarana dan prasarana media massa.
·         Adanya promosi yang dapat dilakukan.
b.      Weaknesses (Kelemahan/Kekurangan)
·        Pelayanan terhadap masyarakat
·        Mutu/ kualitas sebagian Sumber Daya Manusia (SDM).
·        Belum optimalnya fungsi pers.
·        Kurangnya kepedulian pihak swasta terhadap pers.
c.       Opportunities (Peluang /Kesempatan)
·         Adanya partisipasi dan dukungan masyarakat.
·         Adanya dukungan pemerintah.
·         Adanya dunia usaha/industri yang bersedia bekerjasama.
·         Kebutuhan masyarakat terhadap informasi.
d.      Threats ( Ancaman)
·         Perilaku dan budaya masyarakat yang kurang mendukung kerja media.
·         Masih adanya krisis ekonomi yang melemahkan kemampuan masyarakat secara finanasial.
·         Belum mempunyai dukungan dari pemerintahan  yang otoriter
·         Image sebagian Masyarakat bahwa media tidak menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Analisis SWOT merupakan salah satu analisis pilihan (strategic chice) yang sudah sangat populer. Dalam bahasan ini, analisis SWOT akan digunakan sebagai instrument analisis yang dapat memkaiinstrumen lain yang lebih sesuai atau memadai dengan lokus-lokus yang telah di tentukan dalam simulasi.
Uji kekuatan dan kelemahan pada dasarnya merupakan audit internal tentang seberapa efektif performa institusi. Sementara peluang dan ancaman berkonsentrasi pada konteks eksternal atau lingkungan tempat sebuah institusi beroperasi.
Analisa SWOT bertujuan untuk menemukan aspek-aspek penting dari hal-hal tersebut di atas: kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Tujuan pengujian ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang.
Aktivitas SWOT dapat diperkuat dengan menjamin analisa tersebut berfokus pada kebutuhan pelanggan dan konteks kompetitif tempat  beroperasi. Ini adalah dua variable kunci dalam membangun atau mengembangkan strategi jangka panjang institusi. Strategi ini harus dikembangkan dengan berbagai metode yang dapat memungkinkan institusi mampu mempertahankan diri dalam menghadapi kompetisi serta mampu memaksimalkan daya tariknya bagi para pelanggan.
Jika pengujian tersebut dipadukan dengan pengaduan visi dan nilai, maka akan ditemukan sebuah identitas yang berbeda dari para pesaingnya. Begitu sebuah identitas disitingtif mampu dikembangkan dalam sebuah perusahaan, maka karakteristik mutu dalam perusahaan tersebut akan menjadi lebih mudah diidentifikasi. Kemudian perlu adanya suatu strategi yang dapat meningkatkan kualitas, penjualan, ataupun tingkat kepercayaan masyarakat.
Strategi pada hakekatnya adalah perencanakan (planning) dan manejemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, tetapi harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Tidak ada strategi yang terbaik bagi suatu perusahaan sebab setiap perusahaan harus menyusun strategi menurut kompetensi inti yang dipunyai untuk mencapai tujuan. Bahkan dalam suatu perusahaan, strategi yang berbeda dibutuhkan untuk perusahaan yang dimiliki agar unggul dalam persaingan. Menurut Kotler dan Amstrong (1996) ada tiga strategi bersaing untuk menang adalah :
a.       Kepemimpinan biaya rendah : Disini perusahaan bekerja keras untuk mencapai biaya produksi terendah untuk sehingga dapat menetapkan harga lebih rendah ketimbang pesaingnya dan berhasil merebut pangsa pasar yang lebih besar dari pesaingnya.
b.      Diferensiasi : Disini perusahaan memusatkan perhatian pada penciptakan line product dan program pemasaran berbeda sehingga akhirnya muncul sebagian pemimpin pasar.
c.       Fokus : Disini perusahaan memusatkan perhatiannya pada usaha melayani beberapa segmen pasar yang baik dan bukan mengejar seluruh pasar.
Perusahaan yang melakukan dengan baik salah satu strategi diatas  kemungkinan akan memperoleh kinerja yang baik. Dan strategi yang lain yang dapat dilakukan juga dapat dengan strategi-strategi SWOT :
a.       Strategi SO : Strategi ini dibuat berdasarkan lembaga, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b.       Strategi ST : Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
c.       Strategi WO : Strategi diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d.      Strategi WT : Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defisit dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Tidak ada satu cara terbaik untuk melakukan analisa SWOT. Yang paling utama adalah membawa berbagai macam pandangan/perspektif bersama-sama sehingga akan terlihat keterkaitan baru dan implikasi dari hubungan tersebut.

C.    Perencanaan Butgeting Dalam Manajemen Keperawatan
Budget (Anggaran) adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.
Dari pengertian di atas nampaknya bahwa suatu Budget mempunyai empat unsur, yaitu:
1.      Rencana
2.      Meliputi seluruh kegiatan perusahaan
3.      Dinyatakan dalam unit moneter
4.      Jangka waktu tertentu yang akan datang
5.      Manfaat Budget
Manfaat Budget terdiri dari tiga pokok, yaitu :
-          Sebagai pedoman kerja : Yang mana berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arahan serta sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan perusahaan diwaktu yang akan datang.
-          Sebagai alat pengawasan kerja : Budget berfungsi pula sebagai tolok ukur, sebagai alat pembanding untuk mengevaluasi realisasi kegiatan perusahaan nanti. Dengan membandingkan apa yang tertuang di dalam Budget dengan apa yang dicapai oleh realisasi kerja perusahaan, dapatlah dinilai apakah perusahaan telah sukses bekerja atau kah kurang sukses bekerja.
-          Sebagai alat pengkoordinasian kerja : Budget berfungsi sebagai alat untuk mengkoordinasikan kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat didalam perusahaan dapat saling menunjang, saling bekerja sama dengan baik untuk menuju ke sasaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian kelancaran jalannya perusahaan akan lebih terjamin.
Proses Penyusunan Budget
Sebagaiman telah dijelaskan di atas, suatu Budget dapat berfungsi dengan baik bilamana tafsiran-tafsiran (forecast) yang termuat didalamnya cukup akurat, sehingga tidak jauh berbeda dengan realisasinya nanti. Untuk bisa melakukan penafsiran secara lebih akurat, diperlakukan sebagai data, informasi dan pengalaman, yang merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan didalam menyusun Budget
Prosedur Penyususnan Budget.
Pada dasarnya yang berwenang dan bertanggung jawab atau menyusun Budget serta pelaksanaan kegiatan Budgeting lainnya, ada ditangan pimpinan tertinggi perusahaan. Hal ini disebabkan karena pimpinan tertinggi perusahaanlah yang paling berwewenang dan paling bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan perusahaan secara keseluruhan.
Namun demikian tugas menyiapkan dan menyusun Budget serta kegiatan-kegiatan Budgeting lainnya tidak harus ditangani sendiri oleh pimpinan tertinggi perusahaan, melainkan dapat didelegasikan kepada bagian lain dalam perusahaan. Adapaun siapa-siapa atau bagian apa yang diserahi tugas memprsiapkan dan menyusun Budget tersebut sangat tergantung pada struktur organisasi dari masing-masing perusahaan. Akan tetapi pada garis besarnya tugas mempersiapkan dan menyususn Budget ini dapat didelegasikan kepada :
Bagian administrasi, bagian perusahan yang kecil. Hal ini disebabkan karena bagi perusahaan yang kecil, kegiatan-kegiatan perusahaan tidak terlalu kompleks, sederhana, dengan ruang lingkup yang terbatas, sehingga tugas penyusunan Budget dapat diserahkan kepada salah satu bagian saja dari perusahaan yang bersangkutan, dan tidak perlu banyak melibatkan secara aktif seluruh bagian-bagian yang ada dalam perusahaan
Panitia Budget, bagian perusahan yang besar. Hal ini disebabkan karena bagi perusahaan besar, kegiatan-kegiatan perusahaan cukup kompleks, beraneka ragam dengan ruang lingkup yang cukup luas, sehingga Bagian Administrasi tidak mungkin dan tidak mampu lagi untuk menyusun Budget sendiri tanpa partisipasi aktif bagian-bagian lain dalam perusahaan. Oleh sebab itu tugas menyusun Budget perlu melibatkan semua unsur yang mewakili semua bagian yang ada di dalam perusahaan, yang duduk dalam Panitia Budget. Tim penyusunan Budget ini biasanya diketuai oleh pimpinan perusahaan (misalnya Wakil Direktur) dengan anggota-anggota yang mewakili Bagian Pemasaran, Bagian Produksi, Bagian Pembelanjaan, serta Bgaian Personalian
Di dalam Panitia Budget inilah dilakukan pembahasan-pembahasan tentang rencana-rencana kegiatan yang akan datang, sehingga Budget yang tersusun nanti merupakan kesepakatan bersama, sesuai dengan kondisi, fasilitas serta kemampuan masing-masing bagian secara terpadu. Kesepakatan bersama ini penting agar pelaksanaan Budget nanti benar-benar didukung oleh seluruh bagian yang ada dalam perusahaan, sehingga memudahkan terciptanya kerja sama yang saling menunjang dan terkoordinasikan dengan baik.
Baik Budget yang disusun oleh Bagian Administrasi (perusahaan kecil), maupun yang disusun oleh Panitia Budget (perusahaan besar), barulah merupakan Rancangan Budget atau Draft Budget (tentative budget). Rancangan Budget inilah yang diserahkan kepada pimpinan tertinggi untuk disahkan serta ditetapkan sebagai Budget yang defenitif.
Sebelum disahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, masih dimungkinkan untuk diadakan perubahan-perubahan terhadap rancangan tersebut, dan dimungkinkan pula untuk diadakannya pembahsan-pembahasan antara pimpinan tertinggi perusahaan dengan pihak yang diserahi tugas menyusun Rancangan Budget tersebut. Setelah disahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, maka Rancangan Budget tersebut telah menjadi Budget yang defenitif.
Kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan visi, misi, filosofi. Sedangkan untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah:
-          Rencana harian adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan perannya masing-masing. Rencana harian dibuat sebelum operan dan dilengkapi saat operan dan pre conferenceContoh terlampir.
-          Rencana bulanan
-          Rencana bulanan karu : Setiap akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi hasil nilai MPKP dan berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana tindak lanjut dalam rangka peningkatam kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup bulanan karu adalah:
·         Membuat jadwal dan memimpin case conference
·         Membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
·         Membuat jadwal dinas
·         Membuat jadwal petugas menerima pasien baru
·         Memimpin rapat bulanan perawat
·         Membuat jadwal supervise dan penilaian kinerja ketua tim dan perawat pelaksana
·         Melakukan audit dokumentasi
·         Membuat laporan bulanan.
-          Rencana bulanan ketua tim : Setiap akhir bulan ketua tim melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan ditimnya. Kegiatan-kegiatan yang mencakup rencana bulanan katim adalah:
·         Mempresentasikan kasus dalam case conference
·         Memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
·         Melakukan supervise perawat pelaksana.
-          Rencana tahunan : Setiap akhir tahun kepala ruangan mengevaluasi hasil kegiatan dalam satu tahun yang dijadikan sebagai acuan rencana tindak lanjut serta penyusunan rencana tahunan berikutnya. Rencana kegiatan tahunan mencakup:
·         Menyusun laporan tahunan yang berisitentang kinerja MPKP baik proses kegiatan serta evaluasi mutu pelayanan.
·         Melaksanakan rotasi tim untuk penyegaran anggota masing-masing tim.
·         Pengembangan SDM dalam bentuk rekomendasi peningkatan jenjang karir perawat (pelaksana menjadi katim, katim menjadi karu), rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal, membuat jadual, untuk mengikuti pelatihan-pelatihan.



















LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
MODALITAS DALAM MANAJEMEN : DRK

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Stase
Manajemen Keperawatan Program Profesi Ners
Stikes Bina Putera Banjar



Oleh :
Noviyani
4012190011


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN  BINA PUTERA BANJAR
PROGRAM PROFESI NERS
2019


A. Manajemen Kinerja Klinis
Meningkatkan kinerja harus memecahkan masalah-masalah kinerja dan eksploitasi kesempatan penampilan tersebut. Permasalahan kinerja adalah outcomes yang tidak memuaskan atau tidak diinginkan atau masalah pelayanan yang mengganggu pencapaianout comes yang diinginkan konsumen. Kesempatan penampilan diri diperlukan untuk meningkatan outcomes pelayanan atau proses dimana pelayanan diberikan. Peningkatan kinerja adalah perubahan.
Perubahan adalah indikasi dimana ada satu perbedaan antara apa yang aktual dan apa yang diharapkan. Perubahan yang direncanakan memerlukan keputusan. Bleich mengatakan bahwa ada dua type keputusan yaitu, diagnostik dan evaluasi. Keduanya memerlukan ketrampilan berpikir kritis, tetapi keduanya sangat berbeda. Keputusan diagnostik terdiri dari pengumpulan, analisis dan sintesa data. Evaluasi berkaitan dengan pengambilan keputusan mengenai nilai terhadap ide, pemecahan, metoda dan material. Standar digunakan untuk menilai keabsahan hasil kegiatan, efektifitasnya, ekonomis, dan tingkat kepuasan. Didalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit disusun berupa kegiatan komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan output / outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut seperti tertulis pada tabel tentang proses manajemen keperawatan. Memantau dan menilai mutu serta kewajaran pelayanan tehadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien dan memecahkan masalah yang terungkapkan,
sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.





Proses Manajemen Keperawatan
Struktur/Input
Proses
Hasil/Output
-          Deskripsi pekerjaan
-          Standar Klinis
-          Indikator Kinerja
-          Pendidikan berkelanjutan
-          Ketrampilan manajerial klinis
-          Kepemimpinan & support kualitas
-          Asuhan Kep./Keb.
-          Monitoring IKK feedbackkan hasil dan coaching untuk mencapai standar kinerja yang dibutuhkan
-          Refleksi Diskusi Kasus
-          Staf termotivasi
-          Standarisasi
-          Kepuasan Pasien
-          Kepuasan Staf
-          Peningkatkan
-          outcome kesehatan

Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan berkesinambungan sampai klien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan. Proses keperawatan adalah tindakan aktivitas yang ilmiah dan rasional yang dilakukan secara sistematis terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
Dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan manajemen harus memperhatikan pengembangan manajemen kinerja yang dinyatakan sebagai kebijakan nasional dalam rangka terciptanya pelayanan keperawatan yang profesional. Semua tempat pelayanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit harus melaksanakan pengembangan manajemen kinerja, termasuk melaksanakan Diskusi Refkesi Kasus.

B. Diskusi Refleks Kasus
Refleksi klinis merupakan alat yang sangat kuat untuk meningkatkan kemampuan keterampilan klininis dan profesionalisme. Refleksi merupakan pendekatan pembelajaran ketrampilan klinis dan metakognotif. Strategi pembelajaran dengan memperhatikan refelksi fokus internal dan eksternal baik secara lisan maupun tertulis.
Intercollegiate Surgical Curriculum Programe dan Fulya Mehta menyatakan diskusi berdasarkan (refleksi) kasus ini di desain untuk memberikan penilaian klinik, pengambilan keputusan, penerapan ilmu pengetahuan terkini dibidang kesehatan serta pemberian umpan balik dalam pembelajaran klinik. Diskusi berdasarkan kasus ini merupakan program pembelajaran klinik yang terstuktur yang mebutuhkan alat bantu (tool) yang digunakan sebagai panduan dari mentor dalam merefleksikan diskusi yang akan membangun kemampuan keterampilan klinik. Pilot projec yang dilakukan oleh Hether pada tahun 2011 menunjukan bahwa alat bantu panduan dalam diskusi berdasarkan kasus ini tidak hanya menyelesaian permasahan pada pasien akan tetapi juga dapat digunakan sebagai panduan dalam diskusi interdisiplin.
Diskusi Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode pembelajaran dalam merefleksikan pengalaman perawat yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pemahaman standar yang ditetapkan. DRK ini merupakan wahana untuk masalah dengan mengacu pada standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan. Selain itu, DRK dapat meningkatkan profesionalisme perawat. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan bidan, membangkitkan motivasi belajar perawat, belajar untuk menghargai kolega untuk lebih asertif dan meningkatkan kerja sama, memberikan kesempatan individu untuk mengeluarkan pendapat tanpa merasa tertekan serta memberikan masukan kepada pimpinan sarana kesehatan untuk penambahan dan peningkatan SDM perawat (pelatihan,pendidikan berkelanjutan, magang, kalakarya), penyempurnaan SOP dan bila memungkinkan, pengadaan alat.

C. Manajemen Kinerja Klinis dalam Diskusi Refleksi Kasus
Manajemen kinerja klinis bagi perawat merupakan model yang dikembangkan berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh WHO bekerja sama dengan kelompok kerja perawat tingkat nasional Depkes pada tahun 2001 (Keputusan Menkes No 836, 2005). Kinerja merupakan kegiatan dalam mencapai tujuan dan diputuskan oleh pimpinan. Kinerja bukan outcome melainkan aksi dalam upaya untuk mencapai sebuah tujuan, dalam hal ini diskusi repleksi kasus merupakan salah satu manajemen kinerja klinis karena diskusi refleksi kasus merupakan suatu upaya dalam mencapai mutu pelayanan keperawatan, sebagai bahan dasar dalam menentukan evaluasi dan perencenaan selanjutnya. Sehingga diskusi refleksi kasus ini harus dilakukan di seluruh tatanan kesehatan naik di rumah sakit ataupun di puskesmas.
Secara umum menurut Depkes (2005) terdapat 5 komponen peningkatan manajemen kinerja klinis (PMK) yang harus dipenuhi oleh setiap insan perawat yaitu:
1. Standar dalam pelaksanaan pelayanan yang diberikan.
2. Uraian tugas yang jelas untuk setiap jenjang perawat
3. Indikator kunci dalam pelaksanaan kinerja klinik
4. Monitoring kinerja klinik yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkala
5. Diskusi refleksi kasus
Implementasi pengembangan pelayanan keperawatan rumah sakit merupakan kegiatan pendampingan terhadap rumah sakit. Kementerian Kesehatan dalam menerapkan pelayanan keperawatan sesuai standar yang telah ditetapkan. Hala ini juga digunakan sebagai acuan pentingnya penerapan diskusi refleksi kasus dalam pelayanan keperawatan. Adapun prinsip-prinsip yang perlu menjadi landasan dalam pelaksanaannya adalah :
-          Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, memiliki kontribusi yang penting dalam pencapaian mutu pelayanan yang diterima oleh pasien.
-          Pelayanan keperawatan yang diberikan berorientasi pada keselamatan pasien dan mempertahankan efisiensi dan efektifitas pelayanannya.
-          Dalam implementasi mempergunakan sumber daya yang ada, baik di dalam rumah sakit maupun sumber lain yang tepat serta berfokus pada “improvement effort”.
-          Dalam implementasi, bekerja dalam tim dan antar profesi untuk meningkatkan pelayanan.
-          Menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dengan menghargai pengalaman pengalaman terbaik yang ada di rumah sakit masing-masing.
-          Melakukan implementasi, perubahan dan pengembangan pelayanan keperawatan harus dalam sistem pelayanan kesehatan rumah sakit.
-          Dalam proses implementasi mengintegrasikan kebijakan-kebijakan dan regulasi yang telah ada seperti SP2KP, PMK, Sistem Akreditasi Rumah Sakit, Pedoman Bimbingan Teknis Pelayanan Keperawatan, Jenjang Karir dan Pedoman Indikator Mutu Klinik. Sebagai panduan adalah standar pelayanan keperawatan RS Khusus yang sudah disusun.

D. Pedoman Diskusi Refleks Kasus
-          Pengumpulan data
-          Menentukan hipotesis awal
-          Pemeriksaan
-          Evaluasi
-          Rencana kegiatan
-          Hasil

DAFTAR PUSTAKA
Arwani dan Supriyatno, H .2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. EGC; Nursalam. 2007.
Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika;
Sumijatun (2008) Manajemen Keperawatan Metode Penugasan dalam library.usu.ac.id;
Sitorus, R. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Penataan struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. EGC
Monica. 1998. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.


Komentar